Pondok Pesantren Raudhatul Falah yang terletak di dusun Jumput, desa Kemadu, kecamatan Pamotan, Kebupaten Rembang. Ketika penulis sampai di pesantren itu, bertepatan dengan acara haul leluhur pesantren yang dihadiri oleh masyarakat sekitar wilayah kecamatan Pamotan dan beberapa Kabupaten Rembang. Banyaknya masyarakat yang menghadiri acara hingga berjubel-jubel hingga jalan raya dan rumah penduduk itu, paling tidak bisa menunjukkan secara sekilas bagaimana pesantren ini cukup dipandang dan mempunyai pengaruh yang kuat bagi masyarakat Pamotan dan Rembang secara umum. Jarak tempuh dari Rembang ke pesantren ini sendiri 25 KM, sedangkan dari kota Lasem 17 KM, sedangkan dari Kecamatan Pamotan ada 4 KM. Jika siang hari, dari kecamatan ke pesantren bisa ditempuh dengan kendaraan umum lewat Lasem-Pamotan-Masjid Pamotan. Dari situ kita bisa naik ojek atau becak ke lokasi pesantren.
Pesantren Raudhatul Falah ini berdiri pada tahun 1965, pendirinya adalah KH Ahmad Tamamuddin Munjie yang merupakan guru di Madrasah Mathaliul Falah, Pati dan asli orang Kajen-Pati. Waktu awal berdirinya, dia mengajak 2 santri dari Kajen untuk membantu mengembangkan pesantren. Istri Kyai Tamam sendiri adalah orang Pamotan yang kebetulan nyantri di Pesantren Maslakul Pati di bawah asuhan KH Sahal Mahfudz dan murid KH Tamam di madrasah Mathalik. Pada tahun 1967, mulai datang 20 santri dari daerah Demak. Kemudian dibangun Mushola dan kamar untuk santri, kemudian sejak tahun 1975 mulai datang juga santri putri dari daerah Demak dan sekitarnya untuk nyantri di sini. Sejak awal, pesantren ini ditujukan untuk pendidikan pesantren salaf murni, oleh karenanya tidak dibuka sekolah umum, baik MTs maupun SMA. Menurut Kyai Tamam, hal itu karena dia ingin mendirikan lembaga yang menjadi alternatif, kalau bikin SMP atau SMA, sudah ada lembaga serupa di daerah Pamotan.[1]
Dalam membesarkan dan mengasuh pesantren, Kyai Tamam awalnya dibantu oleh KH Ahmad Thohari dan orang dari Sunda dan Pamotan. Kemudian seiring berjalannya waktu, beliau mendapatkan menantu orang alumni pesantren yang sangat jago membaca kitab dan pernah ngaji di Makkah selama 4 tahun, yaitu KH Wahib Qohar. Selain itu, beliau juga dibantu oleh saudara-saudara istrinya, yaitu KH Zuhdi Ghozali, KH Mansur, dan beberapa alumni pesantren lainnya. Bersama mereka itulah, kyai Tamam memgembangkan Pesantren Raudhatul Falah dan membangun Madrasah Diniyah Mambaul Falah.[2] Pada tahun 1994, Madrasah Diniyyah itu ditambahi dengan Wajib belajar sesuai dengan program Depag dan untuk memudahkan administrasinya dibentuk Yayasan Madrasah Mambaul Falah. Yayasan ini juga membawahi MI Mambaul Falah yang sekarang dipimpin oleh Ulin Nuha, S.Fil.I. Selain ada madrasah, pesantren ini juga mempunyai pesantren putri yang bernama Pesantren al-Husna Raudhatul Falah di bawah asuhan KH Wahib Qohar dan Ibu Anis Zakiyah. Jumlah santri yang tinggal di pesantren hingga saat ini ada 200 orang, sedangkan santri yang belajar di Madrasah Diniyyah ada 500 orang. Jumlah pengasuh, Ustadz, dan guru di pesantren ada 30 orang lebih.
Pada tahun 2004, pesantren ini juga menyelenggarakan Wajardikdas atau setara dengan Paket B di bawah naungan Depag. Hal ini dilakukan, karena ternyata banyak santri yang punya potensi bagus tapi karena terbentur biaya, akhirnya hanya tamat SD/MI dan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Oleh karenanya, program ini diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari problem itu. Usia mereka yang ikut wajar Dikdas di pesantren ini, adalah mereka yang betul-betul masih usia sekolah, yaitu 7-15 tahun. Jumlah santri yang ikut Wajardikdas itu sampai sekarang ada 82 orang. Sebetulnya, ada keinginan juga untuk membuka Kejar Paket C, sebab banyak juga santri atau siswa di Madrasah Diniyyah yang hanya tamat MTs/SMP dan drop out dari MA/SMA karena terbentur biaya. Namun, karena ada kendala biaya, program itu sampai sekarang belum berjalan. Rencananya, bila sangat mendesak untuk dibuka tahun ini, ujiannya akan menginduk di pesantren al-Hidayah Sarang agar biayanya lebih murah.[3]
Meskipun pesantren ini salaf murni, namun metode pembelajarannya tidak bisa dikatakan sebagai murni salaf atau modern. Memang kitab-kitab yang digunakan dan kurikulumnya semua berisi kitab kuning klasik atau salafi murni, namun metode pembelajarnnya sering seperti sekolah umum. Bahkan, juga sering diadakan diskusi dan musyawarah di kalangan santri. Setiap hari Jum’at, pak Malik, seorang ustadz senior di sini, mengadakan kajian ilmiah dengan mengundang berbagai pakar untuk membahas isu aktual sebagaimana dilakukan di kampus-kampus. Pesantren di sini juga sangat dekat dengan masyarakat sekitarnya. Terbukti, meskipun anak-anak mereka yang belajar dan mondok di sini hanya berjumlah sekitar 25 % dari total santri, namun mereka sangat antusias mengikuti kegiatan. Bahkan, setiap hari Selasa, ada Pengajian Bakul-Bakul (PBB) yang diikuti oleh para padagang sekitar Pamotan dengan mendengarkan ceramah dari Kyai Tamam. Menurut Lasmuri, seorang santri senior di sini, pesantren ini menjadi rujukan atau panutan utama hampir seluruh masyarakat di kecamatan Pamotan. Untuk daerah Rembang sendiri, Kyai Tamam adalah kyai yang dituakan bersama dengan KH Maimun Zubair.[4] Bagi kalangan thariqat Qadiriyyah wa Naqsabandiyah sendiri, setelah wafatnya Kyai Hamid dan Kyai Sahid, Kyai Tamam adalah kyai thariqat yang menjadi alternatif rujukan masyarakat.
Dengan kedudukan Kyai Tamam yang saat ini juga menjadi Rais Syuriah NU Rembang dan sekaligus karena keilmuan beliau, maka pesantren ini sering menjadi tempat acara NU Rembang, mulai dari thariqah, bahstul masa’il, hinggga pengajian selapanan. Pesantren ini juga mempunyai tempat yang terhormat di kalangan pesantren-pesantren lain, seperti Pesantren Kemadu, Al-Anwar Sarang (KH Maimun Zubair), Raudhatut Thalibin Rembang (KH Mustofa Bisri), dan pesantren-pesantren lainnya. Untuk urusan politik, pesantren ini cenderung netral. Meskipun, pada awal-awal reformasi Kyai Tamam termasuk salah satu deklarator PKB Rembang. Namun, karena memandang bahwa berpolitik banyak subhat dan madharatnya, maka beliau mundur total dari kegiatan politik. Bahkan ketika putra beliau, Ulin Nuha, pernah menjadi calon anggota DPRD dari PKB, akhirnya dimintainya untuk mundur.[5] Bahkan, ketika Gus Dur akhir-akhir gencar menggelar Masura (Majelis Ulama’ Rakyat) dan ingin menempatkan kegiatannya di pesantren ini, Kyai Tamam kurang berkenan karena takut menimbulkan fitnah dan tidak mendatangkan banyak maslahah.[6]
Hubungan pesantren ini dengan pemerintah setempat sangat baik. Menurut Lurah Desa Sidorejo yang menjadi lokasi pesantren ini, keberadaan Pesantren Jumput (nama terkenal dari Pesantren Raudhatul Falah) sangat bermanfaat bagi warga. Ia sangat membantu dalam kehidupan, termasuk dalam soal pendidikan dan pembinaan moral. Banyak juga alumninya yang jadi orang, ada yang PNS, militer, kyai, dan pejabat birokrasi. Karena pengaruh Kyai Tamam yang cukup diakui, meski beliau tidak terafiliasi dengan partai tertentu, banyak pejabat yang datang ke beliau. Bahkan, hampir semua calon Bupati datang meminta restu dan doa beliau. Ketika Bupati yang jadi sudah dilantik dan mulai bekerja, beliaupun hampir setiap bulan sekali.[7] Sedangkan hubungan pesantren dengan Dinas-dinas yang ada di Kabupaten Jepara juga sangat baik, terutama dengan Dinas Kesehatan, Diknas, dan Departemen Agama. Dengan Diknas, pesantren ini mendapatkan bantuan 2 kali berupa fasilitas pembangunan WC, kamar mandi, kasur, obat-obatan, dan pelayanan gratis untuk santri. Dengan Diknas, hubungan juga cukup baik, terbukti mereka hingga hari ini menerima dana BOS dan beberapa bantuan untuk MI. Sedangkan dengan Depag, sangat baik dan bahkan Kyai Tamam banyak kenal dengan para pejabat di sana. Pesantren selalu dilibatkan dalam kegiatan Depag dan mendapatkan prioritas jika ada program yang bisa dikembangkan untuk pesantren. Program Madin (Madrasah Diniyah) pun mendapatkan bantuan dari Depag.[8] Namun, untuk bantuan dari LSM dan lembaga donor luar negeri, pesantren ini belum pernah mendapatkan.
Pembiayaan pesantren ini murni dari swadaya kyai dan para ustadz, bahkan para ustadznya rela tidak dibayar. Menurut penuturan Lasmuri, manajemen di pesantren ini manajemen ikhlas. Artinya, para ustadznya rela tidak digaji sepeser pun dan imbalannya adalah ikhlas itu. Kadang-kadang, jika lebaran diberikan sarung. Sedangkan untuk pengeluarannya, juga sering tutup lobang gali lobang. Seringkali dana yang ada untuk membangun sebagian gedung dan kalau belum cukup akan mencari hutangan ke berbagai pihak yang mau membantu. Ketika disinggung soal rencana pemakaian internet sebagai sarana pembelajaran santri, Kyai Tamam dan Ustadz-ustadz lainnya sangat antusias. Hanya, mereka berpesan agar internet itu bisa betul-betul mendatangkan manfaat, tidak menimbulkan fitnah dan hal-hal yang buruk. Soalnya, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan madharat, biasanya yang disalahkan dan diminta pertanggungjawaban adalah pihak pondok. Selain itu, masyarakat pesantren dan sekitarnya hingga saat ini masih dalam proses belajar, meski pesantren ini sudah berdiri hampir 40 tahun. Menurut mereka, informasi yang diharapkan ditampilkan di internet nanti adalah program yang menunjang wawasan dan pengetahuan santri, soal manajemen, soal pengetahuan umum, dan perkembangan dunia Islam. Pokoknya semua yang berkaitan dengan ilmu, memberikan pencerahan, dan menambah semangat untuk berjihad bagi kemajuan pesantren.[9]
Pesantren Jumput yang terletak di daerah yang cukup miskin ini, keadaannyapun juga cukup miskin juga. Meskipun pendidikannya maju, namun untuk fasilitas-fasilitas modern seperi OHP, mesin fax, video, internet, dan alternatif suplai listrik tidak mempunyai. Namun, dengan semangat dan ruhul jihad yang tinggi, mereka mengatakan akan terus berjuang melakukan pendidikan, meski dengan proses yang pelan-pelan dan fasilitas yang seadanya. Untuk pesantren sendiri, ada 8 ruang untuk putri dan 8 ruang untuk putra. Selain itu juga ada gedung aula dan mushola yang biasanya digunakan untuk pengajian. Untuk Madrasah Diniyyah, gedungnya sangat banyak. Meskipun, ada beberapa yang kondisinya sangat memprihatinkan dan untuk lantai 2 nya masih bekas cor-coran yang belum diteruskan karena kehabisan biaya. Untuk pengelolaan program distance learning, Kyai Tamam mengharapkan bila itu jadi diberikan komputer, hendaknya ditaruh di pesantren sehingga bisa dimanfaatkan semua pihak dan masyarakat juga. Sedangkan untuk pengelolanya, beliau memesan dan mengharapkan dari pihak intern pesantren yang tinggal di sekitar situ dan menetap di pesantren.[10]
Pimpinan pesantren, guru-guru, dan santri di Pesantren Jumput ini umumnya berpandangan moderat, meskipun belum masuk kategori pluralis dan liberal. Mereka tidak mempermasalahkan tentang demokrasi dan Islam, hanya mengkritik demokrasi di Indonesia yang belum berjalan secara baik. Prinsip dan nilai demokrasi sendiri juga dicoba diterapkan di pesantren, seperti adanya pertemuan triwulan antara pengurus dan santri. Selain itu juga ada forum bahtsul masa’il untuk membahas tentang berbagai hal. Dalam soal hubungan antara Muslim dan non Muslim, mereka juga tidak mempermasalahkan, asalkan tidak berbenturan dengan prinsip akidah dan agama. Jika mereka menerima bantuan dari non Muslim, tidak ada masalah asalkan tidak ada pesanan dan keharusan yang memaksa dan melanggar ajaran Islam. Sedangkan soal pendirian tempat ibadah, mereka minta agar kita semua menaati peraturan pemerintah tentang perlunya izin mendirikan tempat ibadah itu. Untuk soal relasi perempuan dan laki-laki dalam Islam, menurut mereka itu harus dilihat dari konteks dan persoalannya. Namun, asalkan tidak menabrak ayat-ayat Al-Qur’an dan nilai agama, mereka masih bisa menerima perempuan berkiprah di ruang publik. [11] Dari situ tampak, bahwa mereka menerima gagasan baru dan siap bekerjasama dengan pihak luar.
Kerjasama dengan Kantor Departemen Agama
Biasanya, dalam pendataan EMIS Depag, semua pesantren diundang untuk memperbarui data mereka dan sekaligus pengumuman tentang pembukaan Wajar Dikdas. Hingga saat ini, banyak pesantren yang menjalin kerjasama dengan Depag, baik secara informal maupun kerjasama tidak resmi. Sedangkan yang resmi bekerjasama, ada 4 (empat) pesantren. 4 pesantren ini semuanya membuka Wajar Dikdas, sehingga hubungan dengan Depag sangat intensif, baik ketika memberikan laporan, memberikan data, penyelenggaraan ujian, pemberian dana BOS, dan ujian kelulusan. Keempatnya adalah: Pesantren Al-Hidayah di Sarang, Lasem; Pesantren Nurol Firdaus di Sulang; Pesantren Putri Mis Nurul Kholil di Sarang; dan Pesantren Raudhatul Falah di Jumput, Pamotan.[5] Dari penjelasan di atas, kerjasama dengan Departemen Agama Rembang untuk program distance learning di pesantren ini, sangat terbuka dan mereka sangat berkomitmen untuk mendukung dan membantunya. Terlebih lagi, Pesantren Raudhatul Falah selama ini sering dilibatkan dalam kegiatan Depag dan dihormati dilingkungan Depag serta Kabupaten Rembang.
Kerjasama dengan Kantor Dinas Pendidikan Nasional Dan Jardiknas
Dibandingkan dengan Departemen Agama, selama ini Pesantren-pesantren di Rembang tidak seintensif bekerjama dengan pihak Diknas Rembang. Meskipun ada, tapi tidak sebanyak seperti yang menjalin kerjasama dengan Depag. Hal ini wajar terjadi, karena selama ini Diknas lebih banyak bersentuhan dengan sekolah-sekolah umum seperti SD, SMP, SMA, dan SMK, dibandingkan dengan pihak Depag yang mengurusi sekolah agama dan pesantren. Selain itu, seperti sudah ada kesepakatan tak tertulis, bahwa tugas Depaglah yang bertugas mengurusi pesantren, sedangkan Diknas mengurusi sekolah umum. Pihak pesantren pun, agak segan dan kurang familiar dengan pihak Diknas dibandingkan dengan pihak Depag.[6] Maka, tidak heran jika program Kejar Paket B dan C yang ada dan ditangani oleh Diknas, selama ini ditangani oleh PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang berpusat di Kecamatan dan Kelurahan. Memang ada satu pesantren yang menjalin kerjasama dengan Diknas, yaitu Pesantren Al-Hidayah di Lasem yang menyelenggarakan Kejar Paket C.[7] Meski begitu, tidak menutup kemungkinan mereka akan bekerjasama dan siap membantu bagi pesantren yang akan menyelenggarakan Paket C.
[1] Hal ini antara lain dilakukan oleh pak Sahuri, Staf Ahli Mapenda Depag Rembang, yang sejak awal bersedia diwawancarai penulis dan membantu mengenalkan ke bagian Pekapontren dan memberikan surat ke Kandepag.
[2] Wawancara dengan Athoillahi, Kasi Mapenda Depag Rembang, 23 April 2007. Juga wawancara dengan Sahuri, Staf Ahli Mapenda Depag Rembang, 20 April 2007.
[3] Wawancara dengan Ibu Sofiyati, Staf Ahli Pekanpontren Depag Rembang, 20 April 2007.
[4] Penegasan ini disampaikan oleh pak Atho’illah, Pak Sahuri, Ibu Sofiyanti, dan pak Edi dalam wawancara di Depag Rembang, 20 April 2007 dan 23 April 2007.
[5] Wawancara dengan Ibu Sofiyati, Staf Ahli Pekanpontren Depag Rembang, 20 April 2007. Juga dengan Edi, Staf Pekapontren, pada kesempatan yang sama.
[6] Penjelasan ini diberikan oleh Ulin Nuha, tokoh masyarakat dan Kepala Sekolah MI Mambaul Falah yang selama ini sering menangani urusan kerjasama Pesantren Raudhatul Falah Jumput, wawancara, 22 April 2007.
[7] Penjelasan ini diberikan oleh pak Suyanto, Kasi PLS Diknas Depag Rembang, dalam wawancara dengannya pada 23 April 2007.
[8] Komitmen ini diberikan pak Suyanto Kasi PLS Diknas Depag Rembang, dalam wawancara dengannya pada 23 April 2007. Bahkan beliau memberikan no hp, alamat rumah, dan no telpon rumahnya juga agar bias setiap saat membantu. Ketika ditanya kenapa beliau begitu antusias, menurutnya karena dia merasa pernah dibantu orang pesantren dan bertetanga dekat dengan KH Maimun Zubair serta mengenal KH Ahmad Tamamuddin Munjie.Alasan lainnya, kalau untuk kemajuan rakyat kecil, kenapa harus susah-susah dan gak mau membantu.
[1] Wawancara dengan KH. Ahmad Tamamuddin Munjie, 19 April 2007
[2] Wawancara dengan KH Zuhdi Ghozali, Ustadz senior di Madrasah Mambaul Falah dan mantan anggota DPRD Rembang dari PPP pada era 90-an, 20 April 2007
[3] Wawancara dengan Anis Zakiyah, Pengelola Wajar Dikdas Pon Pes Raudhatul Falah, 19 April 2007
[4] Wawancara, 19 April 2007
[5] Sebagaimana dituturkan oleh KH Tamamuddin Munjie dan Ulin Nuha sendiri dalam wawancara, 19 April 2007
[6] Hal ini disampaikan oleh Ubaidillah Achmad, putra beliau yang kerja di Ditperta Depag dan kebetulan sedang pulang ke Pamotan, 23 April 2007
[7] Wawancara, 21 April 2007. Hal ini dikuatkan dengan penjelasan dari Lasmuri sebagai orang yang tiap hari ada di pesantren dan membantu Kyai, wawancara, 22 April 2007.
[8] Wawancara dengan KH. Ahmad Tamamuddin Munjie, 19 April 2007
[9] Selain dari Kyai Tamam, daftar harapan dan masukan ini juga diperoleh dari Ulin Nuha dan Lasmuri, serta Harun ar-Rasyid.
[10] Hal ini disampaikan oleh Kyai Tamam dalam wawancara, 19 April 2007 dan beberapa pertemuan informal lainnya
[11] Berdasarkan wawancara dengan KH Tamamuddin Munjie, Ibu Anis Zakiyah, dan Ulin Nuha, 19 April 2007.